Air Najis Bagian 10


Air Najis Bagian 10 







4. PENGERTIAN AIR NAJIS 



قَالَ : وَمَاءٌ نَجِسٌ وَهُوَ الَّذِي حَلَّتْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ وَهُوَ دُوْنَ الْقُلَّتَيْنِ أَوْ كَانَ قُلَّتَيْنِ فَتَغَيَّرُ هَذَا هُوَ الْقِسْمُ الرَّابِعُ مِنَ الْمِيَاهِ وَهُوَ كَمَا ذَكَرَهُ يَنْقَسِمُ إِلَى قَلِيْلٍ وَكَثِيْرٍ 

Al-Mushonnif berkata : Dan air najis adalah air yang kejatuhan benda najis padanya yaitu tanpa dua Qullah atau ada dua Qullah, maka air tersebut berubah, ini adalah bagian yang ke empat dari bagian-bagian air dan air itu adalah sebagaimana di sebutkan terbagi kepada air yang sedikit dan air yang banyak 

فَأَمَّا الْقَلِيْلُ فَيَنْجُسُ بِمُلاَقَاةِ النَّجَاسَةِ الْمُؤَثِّرَةِ سَوَاءٌ تَغَيَّرُ أَمْ لاَ كَمَا أَطْلَقَهُ الشَّيخْ لِمَفْهُوْمِ قَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ 

Adapun air yang sedikit, maka ia akan menjadi najis dengan bertemunya benda najis yang memberi bekas, sama saja berubah atau tidak, sebagaimana yang telah di Mutlakkan oleh Syekh karena yang di pahami Sabdanya Nabi saw 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 22 

وَالَّسلاَمُ : 《 إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلُ خَبَثًا 》 

《 Jika air sampai dua Qullah, maka air itu tidak mengandung kotor 》. [ HR. Abu Daud Dan Tirmidzi Dan An-Nasa'i Dan Ibnu Majah Dan Ad-Daramiy Dan Imam Ahmad dalam Kitab Musnadnya Dan Imam Syafi'i Dalam Kitab Musnadnya ] 

وَفِي رِوَايَةِ 《 نَجِسًا 》 : فَدَلَّ الْحَدِيْثُ بِمَفْهُوْمِهِ عَلَى أَنَّهُ إِذَا كَانَ دُوْنَ قُلَّتَيْنِ يَتَأَثَّرُ بِالنَّجَاسَةِ وَاحْتَرَزَ بِالنَّجَاسَةِ الْمُؤَثِّرَةِ عَنْ غَيْرِ الْمُؤَثِّرَةِ 

Dan dalam riwayat lain 《 Najis 》, maka menunjukkan hadits itu dengan mafhumnya atas kebalikannya, bahwa jika ada air kurang dari dua Qullah dapat terpengaruhi dengan najis dan berhati-hatilah dengan najis yang memberi bekas dari yang tidak memberi bekas 

قَالَ النَّوَوِي فِي الرَّوْضَةِ : كَالْمَيْتَةِ الَّتِي لاَ نَفْسَ لَهَا سَائِلَةِ مِثْلَ الذُّبَابِ وَالْخَنَافِسَ وَنَحْوِهَا وَكَالنَّجَاسَةِ الَّتِي لاَ يُدْرِكُهَا الطَّرْفِ لِعُمُوْمِ الْبَلْوَى بِهِ وَكَمَا إِذَا وَقَعَ الذُّبَابِ عَلَى نَجَاسَةِ ثُمَّ سَقَطَ فِي الْمَاءِ وَرَشَاشِ الْبَوْلِ الَّذِي لاَ يُدْرِكُهُ الطَّرْفُ فَيَعْفَى عَنْهُ وَكَمَا إِذَا وَلَغَتِ الْهِرَّةِ الَّتِي تَنَجَّسَ فَمُهَا ثُمَّ غَابَتِ وَاحْتَمَلَ طَهَارَةُ فَمِهَا فَإِنَّ الْمَاءَ الْقَلِيْلَ لاَ يَنَجَّسَ فِي هَذِهِ الصُّوَرِ 

Imam Nawawi berkata dalam Kitab 《 RAUDHAH 》 : seperti bangkai yang tidak ada darah mengalir untuknya, seumpama lalat dan kumbang dan semisalnya dan seperti najis yang tidak dapat di lihatnya oleh mata karena ke umuman kejadian dengannya dan  sebagaimana jika hinggap seekor lalat di atas najis, kemudaian dia jatuh ke dalam air dan percikan air kencing yang tidak dapat di lihatnya oleh mata, maka dapat di maafkan darinya dan sebagaimana jika jilatan kucing yang terkena najis mulutnya, kemudian najis itu menghilang dan mempengaruhi kesucian mulutnya, maka sesungguhnya air yang sedikit itu tidak dapat menjadi najis dalam gambaran masalah ini 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 23 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Hukum Air Yang Bercampur Dengan Benda Suci Bagian 09


Hukum Air Yang Bercampur Dengan Benda Suci Bagian 09 








➡ HUKUM AIR YANG BERCAMPUR DENGAN BENDA SUCI 



قَالَ : وَالْمُتَغَيَّرُ بِمَا خَالَطَهُ مِنَ الطَّاهِرَاتِ 

Al-Mushonnif berkata : air yang berubah dengan sesuatu mencampurinya dari benda yang suci 

هَذَا مِنْ تَتِمَّةِ الْقِسْمِ الثَّالِثُ وَتَقْدِيْرُ الْكَلاَمِ وَالْمَاءُ الْمُتَغَيَّرُ بِشَيْءٍ مِنَ الطَّاهِرَاتِ طَاهِرٌ فِي نَفْسِهِ غَيْرُ مُطَهِّرٌ كَالْمَاءِ الْمُسْتَعْمَلُ 

Kalimat ini dari kelanjutan macam-macam air yang ketiga dan ukuran kalimat tersebut adalah air yang berubah dengan sesuatu dari benda yang suci yaitu suci dalam dzatnya tapi tidak dapat mensucikan, seperti air Musta'mal 

وَضَابِطُهُ أَنَّ كُلَّ تَغَيَّرُ يَمْنَعُ اِسْمِ الْمَاءِ الْمُطْلَقَ يَسْلُبُ الطَّهُوْرِيَّةِ وَإِلاَّ فَلاَ فَلَوْ تَغَيَّرَ تَغْيِرًا يَسِيْرًا فَالْأَصَحُّ أَنَّهُ طَهُوْرٌ لِبَقَاءِ الْاِسْمِ 

Dan ukurannya perubahan air tersebut bahwa setiap perubahan yang merintangi nama air mutlak yang akan merusak air suci mensucikan dan kecuali tidak merintangi nama air mutlak, maka air itu suci mensucikan. Jika air itu berubah dengan perubahan yang sedikit, maka pendapat yang Ashoh bahwa air tersebut tetap suci mensucikan karena ketetapan nama air mutlak itu 

وَقَوْلُهُ : [ بِمَا خَالَطَهُ ] اِحْتِرَازًا عَمَّا إِذَا تَغَيَّرُ بِمَا يُجَاوِرُهُ وَلَوْ كَانَ تَغَيَّرًا كَثِيْرًا فَإِنَّهُ بَاقٍ عَلَى طَهُوْرِيَّتِهِ كَمَا إِذَا تَغَيَّرَ بِدُهْنٍ أَوْ شَمْعٍ وَهَذَا هُوَ الصَّحِيْحُ لِبَقَاءِ اِسْمِ الْمَاءِ وَلاَبُدَّ أَنْ يَكُوْنَ الْوَاقِعَ فِي الْمَاءِ مِمَّا يَسْتَغْنَى عَنْهُ كَالزَّعْفَرَانِ وَالْجَصِّ وَنَحْوِهِمَا 

Dan perkataannya Al-Mushannif : [ BIMAA KHALATHAHU ] adalah sesutu yang mencampur dari apa yang dapat mencegah, jika berubah dengan apa yang mendapinginya dan seandainya perubahan air sangat banyak, maka bahwasannya air tersebut tetap atas keadaan mensucikan, sebagaimana jika air yang berubah dengan minyak atau dengan lilin, Dan inilah pendapat yang Shahih karena nama air mutlak masih tetap. Dan tidak boleh tidak untuk menjadikan benda yang jatuh dalam air itu dari suatu benda yang akan membutuhkan darinya, seperti Za'faran dan kapur dan seumpama keduanya 

أَمَّا إَذَا كَانَ التَّغَيَّرُ بِمَا لاَ يَسْتَغْنَي الْمَاءِ عَنْهُ 

Adapun jika terjadi perubahan air dengan apa yang tidak membutuhkan pada air dari pemisah 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 21 

كَالطِّيْنِ وَالطُّحْلُبِ وَالنُّوْرَةِ وَالزِّرْنِيْخِ وَغَيْرِهِمَا فِي مَقَرِّ الْمَاءِ وَمَمَرِّهِ وَالْمُتَغَيَّرُ بِطُوْلِ الْمُكْثِ : فَإِنَّهُ طَهُوْرِ لِلْعُسْرِ وَبَقَاءِ اسْمِ الْمَاءِ 

Seperti tanah liat dan lumut dan kapur dan atar dan selain keduanya yang berada dalam tempat air dan tempat yang di laluinya dan air yang berubah dengan sebab lama diam, maka sesungguhnya air tersebut adalah suci mensucikan dan karena sulit di pisahkan dan padanya tetap di namakan air 

وَيَكْفِي فِي التَّغَيُّرِ أَحَدُ الْأَوْصَافِ الثَّلاَثَةِ : اَلطَّعْمُ أَوْ اَللَّوْنُ أَوْ الرَّائِحَةُ عَلَى الصَّحِيْحِ وَفِي وَجْهِ ضَعِيْفٍ يَشْتَرَطُ اِجْتِمَاعُهَا وَلاَ فَرْقَ بَيْنَ التَّغَيُّرِ المُشَاهِدِ أَوْ التَّغَيُّرِ الْمَعْنَوِيِّ كَمَا إِذَا اخْتَلَطَ بِالْمَاءِ مَا يُوَافِقُهُ فِي صِفَاتِهِ مَاءُ الْوَرْدِ الْمُنْقَطِعُ الرَّائِحَةِ وَمَاءُ الشَّجَرِ وَالْمَاءُ الْمُسْتَعْمَلُ 

Dan mencukupi dalam perubahan air tersebut dengan salah satu sifat yang tiga adalah rasa atau warna atau bau, atas pendapat yang Shahih dan dalam pandangan pendapat yang Dha'if adalah di Syaratkan ketiga-ketiganya yaitu harus berkumpul dan tidak ada perbedaan di antara perubahan yang dapat di saksikan atau perubahan secara maknawi, sebagaimana jika sesuatu bercampur dengan air yang cocok dalam sifat-sifatnya, seperti air bunga mawar yang sudah memutus baunya dan air yang keluar dari pohon dan air Musta'mal 

فَإِنَّا نُقَدِّرُ اَنْ لَوْ كَانَ الْوَاقِعُ يُغَيِّرُهُِ بِمَا يُدْرَكُ بِالْحَوَاسِ وَيَسْلُبُهُ اَلطَّهُرِيَّ فَإِنَا نَحْكُمُ يَسْلُبُ طَهُوْرِيَّةِ هَذَا الْمَاءِ الَّذِي وَقَعَ فِيْهِ مِنَ الْمَائِعِ مَا يُوَافِقُهُ فِي صَفَاتِهِ وَإِلاَّ فَلاَ يِسْلُبُهُ الطَّهُوْرِيَّةِ 

Maka kita telah memberi ukuran bahwa benda yang jatuh kedalam air tersebut akan mengubahnya dengan sesuatu yang di kenali pada penglihatan dan dapat mengganggunya sifat kesuciannya, maka sesungguhnya kita menghukumi telah mengganggu sifat kesucian dari air ini yang jatuh padanya dari barang cair yang sesuai dalam sifatnya dan kecuali tidak seperti itu, maka tidak dapat mengganggu sifat kesuciannya 

وَلَوْ تَغَيَّرُ الْمَاءُ بِالتُّرَابِ الْمَطْرُوْحِ فِيْهِ قَصْدًا فَهُوَ طَهُوْرٌ عَلَى الصَّحِيْحِ 

Dan seandainya perubahan air dengan tanah yang dijatuhkan kedalamnya dengan sengaja, maka air itu adalah suci, atas pendapat yang Shahih 

وَالْمُتَغَيِّرُ بِالْمِلْحِ فِيْهِ أَوْجُهُ : أَصَحُّهَا يَسْلُبُ طَهُوْرِيَّتِهِ اَلْجَبَلِيُّ دُوْنَ الْمَائِي 

Dan air yang berubah dengan garam, di dalamnya ada beberapa Awjuh adalah Pendapat yang Ashah yaitu garam akan mengganggu sifat menyucikan, jika garam gunung tanpa air 

وَلَوْ تَغَيَّرَ الْمَاءُ بِأَوْرَاقِ الْأَشْجَارِ الْمُتَنَاثِرَةِ بِنَفْسِهَا إِنْ لَمْ تَتَفَتَّتْ فِي الْمَاءِ فَهُوَ طَهُوْرٌ عَلَى الْأَظْهَرِ 

Dan seandainya perubahan air dengan daun pohon yang bertaburan dengan sendirinya, jika daun tersebut tidak hancur yang ada dalam air, maka air itu adalah tetap suci mensucikan, atas Pendapat yang Adzhar 

وَإِنْ تَفَتَّتَتْ وَاخْتَلَطَتْ فَأُوْجُهُ : اَلْأَصَحُّ أَنَّهُ بَاقٍ عَلَى طَهُوْرِيَّتِهِ لِعُسْرِ الْاِحْتِرَازِ عَنْهَا فَلَوْ طَرِحَتْ اَلْأَوْرَاقُ فِي الْمَاءِ قَصْدًا وَتَغَيَّرُ بِهَا فَالْمَذْهَبُ أَنَّهُ غَيْرُ طَهُوْرُ سَوَاءٌ طُرِحَهَا فِي الْمَاءِ صَحِيْحَةِ أَوْ مَدْقُوْقَةً٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan jika daun tersebut hancur dan bercampur dengan air, maka ada beberapa Awjuh adalah Pendapat yang Ashoh bahwa air itu tetap atas keadaan mensucikan karena sulit mencegah kotoran darinya, maka seandainya daun tersebut di jatuhkan kedalam air dengan sengaja dan berubah dengannya, maka Pendapat Madzhab bahwa air itu tidak mensucikan, sama saja pada waktu di jatuhkan daunnya yang utuh ke dalam air  atau daun yang sudah hancur. Dan Allah yang lebih mengetahui 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 22 


Wallahu A'lam Bish-Showab 

Manfaat Perbedaan Pendapat Tentang Air Mustakmal Bagian 08


Manfaat Perbedaan Pendapat Tentang Air Mustakmal Bagian 08 






➡ MANFAAT PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG AIR MUSTA'MAL 



وَتَظْهَرُ فَائِدَةُ الْخِلاَفِ فِي صُوْرَتَيْنِ : 

Dan nampaklah manfaat perselisihan dalam dua gambaran tersebut : 

اَلْأُوْلَى : فِيْمَا اُسْتُعْمِلَ فِي نَفْلِ الطَّهَارَةِ كَتَجْدِيْدِ الْوُضُوْءِ وَالْأَغْسَالِ الْمَسْنُوْنَةِ وَالْغَسْلَةِ الثَّانِيَةِ وَالثَّالِثَةِ فَعَلَى الصَّحِيْحِ يَكُوْنُ الْمَاءُ طَهُوْرًا لِأَنَّهُ لَمْ يَتَأَدَّ بِهِ فَرْضٌ وَعَلَى الضَّعِيْفَ لاَ يَكُوْنُ طَهُوْرًا لِأَنَّهُ تَأَدَّى بِهِ عِبَادَةٌ 

Yang Pertama : ketika air yang di gunakan dalam bersuci yang sunnah, seperti memperbaharui wudhu' dan mandi sunnah dan basuhan yang kedua dan yang ketiga, atas pendapat yang shahih, maka air itu suci mensucikan karena air itu belum di laksanakan dengannya untuk yang fardhu. Dan atas pendapat yang lemah, maka air itu tidak mensucikan karena melaksanakan dengannya untuk beribadah 

وَلاَ خِلاَفَ أَنَّ مَاءِ الرَّابِعَةِ طَهُوْرٍ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ لِأَنَّهُ لَمْ يَتَأَدَّ بِهِ فَرْضَ وَلاَ هِيَ مَشْرُوْعَةٍ وَالْغَسْلَةُ الْأُوْلَى غَيْرُ طَهُوْرٍ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ لِتَأَدِّى الْفَرْضِ وَالْعِبَادَةِ بِمَائِهَا 

Dan tidak ada perselisihan pendapat, bahwa basuhan yang ke empat adalah suci mensucikan atas dua 'illat, karena air basuhan yang ke empat tidak di laksanakan dengannya untuk yang fardhu dan air basuhan yang ke empat adalah tidak di perintah dalam syari'at dan air bekas basuhan yang pertama tidak mensucikan atas dua 'illat karena di laksanakan untuk yang fardhu dan untuk beribadah dengan air basuhan yang pertamanya 

اَلصُّوْرَةُ الثَّانِيَةُ : اَلْمَاءُ الَّذِي اِغْتَسَلَتْ بِهِ الْكِتَابِيَّةُ عَنِ الْحَيْضِ لِتَحِلَّ لِزَوْجِهَا اَلْمُسْلِمِ هَلْ هُوَ طَهُوْرٌ ؟ يَنْبَنِي عَلَى أَنَّهَا لَوْ أَسْلَمَتْ هَلْ يَلْزَمُها إِعَادَةِ الْغُسْلِ فِيْهِ خِلاَفٌ إِنْ قُلْنَا لاَ يَلْزَمُهَا فَهُوَ غَيْرُ طَهُوْرٌ وَإِنْ قُلْنَا يَلْزَمُهَا إِعَادَةُ الْغُسْلِ وَهُوَ الصَّحِيْحِ : فَفِي الْمَاءِ الَّذِي اِسْتَعْمَلَتْهُ حَالَ الْكُفْرِ وَجْهَانُ يَبْنِيَانِ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ إِنْ قُلْنَا إِنَّ الْعِلَّةَ تَأَدِّى الْفَرْضَ فَالْمَاءُ غَيْرُ طَهُوْرٍ وَإِنْ قُلْنَا إِنَّ الْعِلَّةَ تَأَدِّى اَلْعِبَادَةِ فَهُوَ طَهُوْرٌ لِأَنَّ الْكَافِرَةَ لَيْسَتْ مِنْ أَهْلِ الْعِبَادَةِ 

Gambaran yang kedua : air yang mandi dengannya seorang wanita Ahli Kitab karena Haidh untuk di halalkan melakukan jima' kepada istrinya yang muslim, apakah bekas air mandinya wanita itu mensucikan ? Berdasarkan atas cabang masalah bahwa perempuan Ahli Kitab tersebut masuk islam, apakah di haruskan perempuan Ahli Kitab mengulangi mandi, dalam masalah ini ada perbedaan pendapat : Jika kita katakan tidak harus mengulang mandi setelah masuk islam, maka air bekas mandinya adalah tidak mensucikan dan jika kita katakan mengharuskannya untuk mengulangi mandinya, menurut pendapat yang Shahih adalah : maka dalam masalah air yang telah digunakannya sewaktu masih kafir, ada dua pandangan pendapat yang masing-masing  berdasarkan atas dua 'illat, jika kita katakan bahwa 'illatnya itu telah dilaksanakan untuk yang fardhu, maka air bekas mandinya itu tidak mensucikan dan jika kita katakan bahwa 'illatnya itu melaksanakan ibadah, maka air bekas itu adalah mensucikan karena perempuan kafir itu bukan dari ahli ibadah 

وَاعْلَمْ أَنَّ الزَّوْجَةَ الْمَجْنُوْنَةَ إِذَا حَاضَتْ وَغَسَّلَهَا زَوْجُهَا حُكْمُهَا حُكْمُ الْكَافِرَةِ فِيْمَا ذَكَرْنَاهُ وَهِي مَسْأَلَةٌ حَسَنَةِ ذَكَرَهَا الرَّافِعِي فِي صِفَةِ الْوُضُوْءِ وَأَسْقَطَهَا النَّوَوِي مِنَ الرَّوْضَةِ 

Dan ketahuilah bahwa istri yang gila, jika ia Haidh dan dimandikan dari suaminya, maka hukumnya sama seperti hukum perempuan kafir pada apa yang telah kami sebutkannya dan masalah ini adalah bagus yang di sebutnya Imam Ar-Rofi'i dalam sifat wudhu' dan di gugurkannya oleh Imam Nawawi dari Kitab 《 RAUDHAH 》 

وَاعْلَمْ أَنَّ الْمَاءَ الَّذِي تَوَضَّأَ بِهِ الصَّبِي غَيْرُ طَهُوْرٍ وَكَذَا الْمَاَءِ الَّذِي يَتَوَضَّأَ بِهِ الْمُنْتَقِلَ وَكَذَا مَنْ لاَ يَعْتَقِدُ وُجُوْبَ النِّيَّةِ عَلَى الصَّحِيْحِ فِي الْجَمِيْعِ 

Dan ketahuilah bahwa air yang di pakai berwudhu' dengannya adalah anak kecil, maka air itu tidak mensucikan dan juga air yang berwudhu' dengannya untuk melakukan Shalat sunnah dan juga orang yang tidak meyakini akan kewajiban niat, atas pendapat yang Shahih dalam semua masalah ini 

ثُمَّ مَا دَامَ الْمَاءُ مُتَرَدِّدًا عَلَى الْعُضْوِ لاَ يَثْبِتُ لَهُ حُكْمُ الْاِسْتِعْمَالِ وَلَوْ جَرَى الْمَاءُ مِنْ عُضْوِ الْمُتَوَضِّيْءِ إِلَى عُضْوِ آخَرَ صَارَ مُسْتَعْمِلاً 

Kemudian selama air itu berulang atas anggota tubuh, maka tidak ditetapkan kepadanya hukum Musta'mal dan seandainya mengalir air dari anggota tubuh orang yang berwudhu' kepada anggota tubuh yang lain, maka air tersebut menjadi Musta'mal 

لَوِ انْتَقَلَ مِنْ إِحْدَى الْيَدَيْنِ إِلَى الْأُخْرَى صَارَ مُسْتَعْمِلاً 

Seandainya air itu berpindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain, maka air tersebut menjadi Musta'mal 

وَلَوِ انْتَقَلَ الْمَاءُ الَّذِي يَغْلِبُ فِيْهِ لِانْتِقَالَ مِنْ عُضْوِ إِلَى مَوْضِعِ آخَرَ مِنْ ذَلِكَ الْعُضْوِ كَالْحَاصِلِ عِنْدَ نَقْلِهِ مِنَ الْكَفِّ إِلَى السَّاعِدِ وَرَدَّهُ إِلَى الْكَفِّ وَنَحْوِهِ لاَ يَضُرُّ انْتِقَالُهُ 

Dan seandainya berpinlah air yang menguasai di dalamnya karena air yang berpindah dari anggota tubuh kepada tempat yang lain dari anggota tubuh itu, seperti terjadi ketika berpindahnya dari telapak tangan menuju ke lengan tangan yang bawah dan mengembalikannya ke telapak tangan, seumpanya tidak merugikan perpindahannya 

وَإِنْ خَرَقَهُ الْهَوَاءُ وَهِيَ مَسْأَلَةِ حَسَنَةِ ذَكَرَهَا الرَّافِعِيُّ 

Dan jika berpindahnya dari tangan terhembus angin adalah masalah ini bagus dan telah di sebutkan oleh Imam Ar-Rofi'i 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 20 

فِي آخِرِ الْبَابِ الثَّانِي مِنْ أَبْوَابِ التَّيَمُّمِ وَأَهْمَلَهَا النَّوَوِي إِلاَّ أَنَّهُ ذَكَرَ هُنَا مِنْ زِيَادَةُ الرَّوْضَةِ أَنَّهُ لَوِ انْفَصَلَ الْمَاءُ مِنْ بَعْضِ أَعْضَاءِ الْجُنُبِ إِلَى بَعْضِهَا وَجْهَيْنِ : اَلْأَصَحُّ عِنْدَ الْمَاوَرْدِيْ وَالرُّوْيَانِي أَنَّهُ لاَ يَضُرُّ وَلاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً 

Pada akhir Bab yang kedua dari Bab Tayammum dan Imam Nawawi mengabaikannya kecuali bahwasannya telah menyebutkan disini dari tambahan Kitab 《 RAUDHAH 》 bahwa seandainya air itu lepas dari sebagian anggota tubuh orang junub kepada bagian tubuh lainnya, maka masalah ini ada dua pandangan pendapat : Pendapat yang Ashoh di sisi Al-Mawardi dan Ar-Ruyani bahwasannya tidak bermasalah dan tidak akan menjadi air Musta'mal 

وَالرَّاجِحُ عِنْدَ الْخَرَاسَانِيِّيْنَ أَنَّهُ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً 

Dan pendapat yang Rajih di sisi Ulama' Khurasani bahwasannya air tersebut akan menjadi Musta'mal 

وَقَالَ الْإِمَامْ : إِنَّ نَقْلَهُ قَصْدًا صَارَ مُسْتَعْمَلاً وَإِلاَّ فَلاَ وَصَحَّحَ النَّوَوِيْ فِي التَّحْقِيْقِ أَنَّهُ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً وَصَحَّحَ اِبْنُ اَلرِّفْعَةِ أَنَّهُ لاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً 

Dan Imam Al-Haromain berkata : bahwa berpindahnya dengan sengaja, maka menjadi Musta'mal terkecuali tidak di sengaja dan di Shahihkan oleh Imam Nawawi dalam kitab 《 AT-TAHQIQ 》 bahwa air itu menjadi Musta'mal dan di Shahihkan oleh Ibnu Rif'ah bahwa air itu tidak Musta'mal 

وَلَوِ انْ غَمَسَ جُنُبٌ فِي مَاءِ دُوْنَ قُلَّتَيْنِ وَعَمَّ جَمِيْعَ بَدَنِهِ ثُمَّ نَوَى ارْتَفَعَتْ جَنَابَتَهُ بِلاَ خِلاَفِ وَصَارَ الْمَاءُ مُسْتَعْمَلاً بِالنِّسْبَةِ إِلَى غَيْرِهِ وَلاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً بِالنِّسْبَةِ إِلَيْهِ 

Dan seandainya jika orang junub merendamkan ke dalam air kurang dari dua qullah dan air dapat merata pada semua badannya, kemudian ia berniat mengangkat janabahnya dengan tanpa ada perselisihan dan air tersebut menjadi Musta'mal dengan menisbatkan kepada orang lain dan tidak akan menjadi Musta'mal dengan menisbatkan kepada dirinya sendiri 

صَرَّحَ بِهِ الْخُوَارِزْمِي حَتَّى إِنَّهُ قَالَ : لَوْ أَحْدَثَ حَدَثًا ثَانِيًا حَالَ اِنْ غِمَاسَهُ جَازَ اِرْتِفَاعُهُ بِهِ 

Dan menjelaskan dengannya Imam Al-Khawarizmi, sehingga bahwa dia berkata : seandainya orang yang berhadats memiliki hadats yang kedua kalinya ketika merendamkan diri, maka boleh mengangkat hadats dengannya 

وَإِنْ نَوَى الْجُنُبِ قَبْلَ تَمَامِ اِنْ غِمَاسِ اِرْتَفَعَتْ جَنَابَتُهُ عَنِ الْجُزْءِ الْمُلاَقِى لِلْمَاءِ بِلاَ خِلاَفِ وَلاَ يَصِيْرُ الْمَاءُ مُسْتَعْمَلاً بَلْ لَهُ أَنْ يَتِمَّ اِنْ غِمَاسِ وَتَرْتَفِعُ عَنْهُ الْجَنَابَةِ عَنِ الْبَاقِي عَلَى الصَّحِيْحَ الْمَنْصُوْصَ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan jika orang junub berniat sebelum menyempurnakan merendamkan diri kedalam air, maka ia mengangkat janabahnya dari bagian anggota tubuhnya yang terkena pada air dengan tidak ada perselisihan dan airnya tidak menjadi Musta'mal, tapi untuknya jika melanjutkan merendamkan diri dan akan mengangkat dari janabahnya dan dari sisa anggota tubuhnya, atas pendapat Shahih yang di nashkan. Dan Allah yang lebih mengetahui 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 21 


Wallahu A'lam Bish-Showab 

Makna Siwak Dan Bersiwak Yang Sangat Di Anjurkan Dan Cara Bersiwak Bagian 23

Makna Siwak Dan Bersiwak Yang Sangat Di Anjurkan Dan Cara Bersiwak Bagian 23 MAKNA SIWAK DAN BERSIWAK YANG SANGAT D...