Manfaat Perbedaan Pendapat Tentang Air Mustakmal Bagian 08
➡ MANFAAT PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG AIR MUSTA'MAL
وَتَظْهَرُ فَائِدَةُ الْخِلاَفِ فِي صُوْرَتَيْنِ :
Dan nampaklah manfaat perselisihan dalam dua gambaran tersebut :
اَلْأُوْلَى : فِيْمَا اُسْتُعْمِلَ فِي نَفْلِ الطَّهَارَةِ كَتَجْدِيْدِ الْوُضُوْءِ وَالْأَغْسَالِ الْمَسْنُوْنَةِ وَالْغَسْلَةِ الثَّانِيَةِ وَالثَّالِثَةِ فَعَلَى الصَّحِيْحِ يَكُوْنُ الْمَاءُ طَهُوْرًا لِأَنَّهُ لَمْ يَتَأَدَّ بِهِ فَرْضٌ وَعَلَى الضَّعِيْفَ لاَ يَكُوْنُ طَهُوْرًا لِأَنَّهُ تَأَدَّى بِهِ عِبَادَةٌ
Yang Pertama : ketika air yang di gunakan dalam bersuci yang sunnah, seperti memperbaharui wudhu' dan mandi sunnah dan basuhan yang kedua dan yang ketiga, atas pendapat yang shahih, maka air itu suci mensucikan karena air itu belum di laksanakan dengannya untuk yang fardhu. Dan atas pendapat yang lemah, maka air itu tidak mensucikan karena melaksanakan dengannya untuk beribadah
وَلاَ خِلاَفَ أَنَّ مَاءِ الرَّابِعَةِ طَهُوْرٍ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ لِأَنَّهُ لَمْ يَتَأَدَّ بِهِ فَرْضَ وَلاَ هِيَ مَشْرُوْعَةٍ وَالْغَسْلَةُ الْأُوْلَى غَيْرُ طَهُوْرٍ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ لِتَأَدِّى الْفَرْضِ وَالْعِبَادَةِ بِمَائِهَا
Dan tidak ada perselisihan pendapat, bahwa basuhan yang ke empat adalah suci mensucikan atas dua 'illat, karena air basuhan yang ke empat tidak di laksanakan dengannya untuk yang fardhu dan air basuhan yang ke empat adalah tidak di perintah dalam syari'at dan air bekas basuhan yang pertama tidak mensucikan atas dua 'illat karena di laksanakan untuk yang fardhu dan untuk beribadah dengan air basuhan yang pertamanya
اَلصُّوْرَةُ الثَّانِيَةُ : اَلْمَاءُ الَّذِي اِغْتَسَلَتْ بِهِ الْكِتَابِيَّةُ عَنِ الْحَيْضِ لِتَحِلَّ لِزَوْجِهَا اَلْمُسْلِمِ هَلْ هُوَ طَهُوْرٌ ؟ يَنْبَنِي عَلَى أَنَّهَا لَوْ أَسْلَمَتْ هَلْ يَلْزَمُها إِعَادَةِ الْغُسْلِ فِيْهِ خِلاَفٌ إِنْ قُلْنَا لاَ يَلْزَمُهَا فَهُوَ غَيْرُ طَهُوْرٌ وَإِنْ قُلْنَا يَلْزَمُهَا إِعَادَةُ الْغُسْلِ وَهُوَ الصَّحِيْحِ : فَفِي الْمَاءِ الَّذِي اِسْتَعْمَلَتْهُ حَالَ الْكُفْرِ وَجْهَانُ يَبْنِيَانِ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ إِنْ قُلْنَا إِنَّ الْعِلَّةَ تَأَدِّى الْفَرْضَ فَالْمَاءُ غَيْرُ طَهُوْرٍ وَإِنْ قُلْنَا إِنَّ الْعِلَّةَ تَأَدِّى اَلْعِبَادَةِ فَهُوَ طَهُوْرٌ لِأَنَّ الْكَافِرَةَ لَيْسَتْ مِنْ أَهْلِ الْعِبَادَةِ
Gambaran yang kedua : air yang mandi dengannya seorang wanita Ahli Kitab karena Haidh untuk di halalkan melakukan jima' kepada istrinya yang muslim, apakah bekas air mandinya wanita itu mensucikan ? Berdasarkan atas cabang masalah bahwa perempuan Ahli Kitab tersebut masuk islam, apakah di haruskan perempuan Ahli Kitab mengulangi mandi, dalam masalah ini ada perbedaan pendapat : Jika kita katakan tidak harus mengulang mandi setelah masuk islam, maka air bekas mandinya adalah tidak mensucikan dan jika kita katakan mengharuskannya untuk mengulangi mandinya, menurut pendapat yang Shahih adalah : maka dalam masalah air yang telah digunakannya sewaktu masih kafir, ada dua pandangan pendapat yang masing-masing berdasarkan atas dua 'illat, jika kita katakan bahwa 'illatnya itu telah dilaksanakan untuk yang fardhu, maka air bekas mandinya itu tidak mensucikan dan jika kita katakan bahwa 'illatnya itu melaksanakan ibadah, maka air bekas itu adalah mensucikan karena perempuan kafir itu bukan dari ahli ibadah
وَاعْلَمْ أَنَّ الزَّوْجَةَ الْمَجْنُوْنَةَ إِذَا حَاضَتْ وَغَسَّلَهَا زَوْجُهَا حُكْمُهَا حُكْمُ الْكَافِرَةِ فِيْمَا ذَكَرْنَاهُ وَهِي مَسْأَلَةٌ حَسَنَةِ ذَكَرَهَا الرَّافِعِي فِي صِفَةِ الْوُضُوْءِ وَأَسْقَطَهَا النَّوَوِي مِنَ الرَّوْضَةِ
Dan ketahuilah bahwa istri yang gila, jika ia Haidh dan dimandikan dari suaminya, maka hukumnya sama seperti hukum perempuan kafir pada apa yang telah kami sebutkannya dan masalah ini adalah bagus yang di sebutnya Imam Ar-Rofi'i dalam sifat wudhu' dan di gugurkannya oleh Imam Nawawi dari Kitab 《 RAUDHAH 》
وَاعْلَمْ أَنَّ الْمَاءَ الَّذِي تَوَضَّأَ بِهِ الصَّبِي غَيْرُ طَهُوْرٍ وَكَذَا الْمَاَءِ الَّذِي يَتَوَضَّأَ بِهِ الْمُنْتَقِلَ وَكَذَا مَنْ لاَ يَعْتَقِدُ وُجُوْبَ النِّيَّةِ عَلَى الصَّحِيْحِ فِي الْجَمِيْعِ
Dan ketahuilah bahwa air yang di pakai berwudhu' dengannya adalah anak kecil, maka air itu tidak mensucikan dan juga air yang berwudhu' dengannya untuk melakukan Shalat sunnah dan juga orang yang tidak meyakini akan kewajiban niat, atas pendapat yang Shahih dalam semua masalah ini
ثُمَّ مَا دَامَ الْمَاءُ مُتَرَدِّدًا عَلَى الْعُضْوِ لاَ يَثْبِتُ لَهُ حُكْمُ الْاِسْتِعْمَالِ وَلَوْ جَرَى الْمَاءُ مِنْ عُضْوِ الْمُتَوَضِّيْءِ إِلَى عُضْوِ آخَرَ صَارَ مُسْتَعْمِلاً
Kemudian selama air itu berulang atas anggota tubuh, maka tidak ditetapkan kepadanya hukum Musta'mal dan seandainya mengalir air dari anggota tubuh orang yang berwudhu' kepada anggota tubuh yang lain, maka air tersebut menjadi Musta'mal
لَوِ انْتَقَلَ مِنْ إِحْدَى الْيَدَيْنِ إِلَى الْأُخْرَى صَارَ مُسْتَعْمِلاً
Seandainya air itu berpindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain, maka air tersebut menjadi Musta'mal
وَلَوِ انْتَقَلَ الْمَاءُ الَّذِي يَغْلِبُ فِيْهِ لِانْتِقَالَ مِنْ عُضْوِ إِلَى مَوْضِعِ آخَرَ مِنْ ذَلِكَ الْعُضْوِ كَالْحَاصِلِ عِنْدَ نَقْلِهِ مِنَ الْكَفِّ إِلَى السَّاعِدِ وَرَدَّهُ إِلَى الْكَفِّ وَنَحْوِهِ لاَ يَضُرُّ انْتِقَالُهُ
Dan seandainya berpinlah air yang menguasai di dalamnya karena air yang berpindah dari anggota tubuh kepada tempat yang lain dari anggota tubuh itu, seperti terjadi ketika berpindahnya dari telapak tangan menuju ke lengan tangan yang bawah dan mengembalikannya ke telapak tangan, seumpanya tidak merugikan perpindahannya
وَإِنْ خَرَقَهُ الْهَوَاءُ وَهِيَ مَسْأَلَةِ حَسَنَةِ ذَكَرَهَا الرَّافِعِيُّ
Dan jika berpindahnya dari tangan terhembus angin adalah masalah ini bagus dan telah di sebutkan oleh Imam Ar-Rofi'i
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 20
فِي آخِرِ الْبَابِ الثَّانِي مِنْ أَبْوَابِ التَّيَمُّمِ وَأَهْمَلَهَا النَّوَوِي إِلاَّ أَنَّهُ ذَكَرَ هُنَا مِنْ زِيَادَةُ الرَّوْضَةِ أَنَّهُ لَوِ انْفَصَلَ الْمَاءُ مِنْ بَعْضِ أَعْضَاءِ الْجُنُبِ إِلَى بَعْضِهَا وَجْهَيْنِ : اَلْأَصَحُّ عِنْدَ الْمَاوَرْدِيْ وَالرُّوْيَانِي أَنَّهُ لاَ يَضُرُّ وَلاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً
Pada akhir Bab yang kedua dari Bab Tayammum dan Imam Nawawi mengabaikannya kecuali bahwasannya telah menyebutkan disini dari tambahan Kitab 《 RAUDHAH 》 bahwa seandainya air itu lepas dari sebagian anggota tubuh orang junub kepada bagian tubuh lainnya, maka masalah ini ada dua pandangan pendapat : Pendapat yang Ashoh di sisi Al-Mawardi dan Ar-Ruyani bahwasannya tidak bermasalah dan tidak akan menjadi air Musta'mal
وَالرَّاجِحُ عِنْدَ الْخَرَاسَانِيِّيْنَ أَنَّهُ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً
Dan pendapat yang Rajih di sisi Ulama' Khurasani bahwasannya air tersebut akan menjadi Musta'mal
وَقَالَ الْإِمَامْ : إِنَّ نَقْلَهُ قَصْدًا صَارَ مُسْتَعْمَلاً وَإِلاَّ فَلاَ وَصَحَّحَ النَّوَوِيْ فِي التَّحْقِيْقِ أَنَّهُ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً وَصَحَّحَ اِبْنُ اَلرِّفْعَةِ أَنَّهُ لاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً
Dan Imam Al-Haromain berkata : bahwa berpindahnya dengan sengaja, maka menjadi Musta'mal terkecuali tidak di sengaja dan di Shahihkan oleh Imam Nawawi dalam kitab 《 AT-TAHQIQ 》 bahwa air itu menjadi Musta'mal dan di Shahihkan oleh Ibnu Rif'ah bahwa air itu tidak Musta'mal
وَلَوِ انْ غَمَسَ جُنُبٌ فِي مَاءِ دُوْنَ قُلَّتَيْنِ وَعَمَّ جَمِيْعَ بَدَنِهِ ثُمَّ نَوَى ارْتَفَعَتْ جَنَابَتَهُ بِلاَ خِلاَفِ وَصَارَ الْمَاءُ مُسْتَعْمَلاً بِالنِّسْبَةِ إِلَى غَيْرِهِ وَلاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً بِالنِّسْبَةِ إِلَيْهِ
Dan seandainya jika orang junub merendamkan ke dalam air kurang dari dua qullah dan air dapat merata pada semua badannya, kemudian ia berniat mengangkat janabahnya dengan tanpa ada perselisihan dan air tersebut menjadi Musta'mal dengan menisbatkan kepada orang lain dan tidak akan menjadi Musta'mal dengan menisbatkan kepada dirinya sendiri
صَرَّحَ بِهِ الْخُوَارِزْمِي حَتَّى إِنَّهُ قَالَ : لَوْ أَحْدَثَ حَدَثًا ثَانِيًا حَالَ اِنْ غِمَاسَهُ جَازَ اِرْتِفَاعُهُ بِهِ
Dan menjelaskan dengannya Imam Al-Khawarizmi, sehingga bahwa dia berkata : seandainya orang yang berhadats memiliki hadats yang kedua kalinya ketika merendamkan diri, maka boleh mengangkat hadats dengannya
وَإِنْ نَوَى الْجُنُبِ قَبْلَ تَمَامِ اِنْ غِمَاسِ اِرْتَفَعَتْ جَنَابَتُهُ عَنِ الْجُزْءِ الْمُلاَقِى لِلْمَاءِ بِلاَ خِلاَفِ وَلاَ يَصِيْرُ الْمَاءُ مُسْتَعْمَلاً بَلْ لَهُ أَنْ يَتِمَّ اِنْ غِمَاسِ وَتَرْتَفِعُ عَنْهُ الْجَنَابَةِ عَنِ الْبَاقِي عَلَى الصَّحِيْحَ الْمَنْصُوْصَ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ
Dan jika orang junub berniat sebelum menyempurnakan merendamkan diri kedalam air, maka ia mengangkat janabahnya dari bagian anggota tubuhnya yang terkena pada air dengan tidak ada perselisihan dan airnya tidak menjadi Musta'mal, tapi untuknya jika melanjutkan merendamkan diri dan akan mengangkat dari janabahnya dan dari sisa anggota tubuhnya, atas pendapat Shahih yang di nashkan. Dan Allah yang lebih mengetahui
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 21
Wallahu A'lam Bish-Showab