Ukuran Air Yang Bisa Menjadi NajisBagian 12
UKURAN AIR YANG BISA MENJADI NAJIS
وَقَالَ مَالِكْ رَحِمَهُ اللّٰهُ تَعَالَى : اَلْمَاءُ الْقَلِيْلُ لاَ يَنْجَسُ إِلاَّ بِالتَّغَيُّرِ كَالْكَثِيْرُ وَهُوَ وَجْهٌ فِي مَذْهَبِنَا وَاخْتَارَهُ الرُّوْيَانِيُّ
Dan berkata Imam Malik ra : Air yang sedikit itu tidak akan menjadi najis kecuali dengan berubah, seperti air yang banyak dan ini adalah Wajhu dalam Madzhab kami, dan di pilihnya oleh Imam Ar-Ruyani
وَفِي قَوْلِ قَدِيْمِ أَنَّ الْمَاءَ الْجَارِي لاَ يَنْجُسُ إِلاَّ بِالتَّغَيُّرِ وَاخْتَارَهُ جَمَاعَةٌ مِنْهُمُ الْغَزَالِي وَالْبَيْضَاوِي فِي كِتَابِهِ غَايَةِ الْقَصْوَى وَهُوَ قَوِيٌّ مِنْ حَيْثُ النَّظَرَ
Dan dalam Qaul Qadim bahwa air yang mengalir tidak akan menjadi najis kecuali dengan berubah dan ini di pilihnya oleh sekelompok ulama' dari mereka, seperti : Imam Ghazali dan Imam Al-Baidhawi dalam Kitabnya 《 GHAYATUL QASWA 》 dan ini menjadi kuat dari segi dalil yang di lihatnya
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 24
لِأَنَّ دَلاَلَةَ 《 خَلَقَ اللّٰهُ الْمَاءَ طَهُوْرًا 》
karena sesungguhnya ada dalil Hadits Nabi saw : 《 Allah menjadikan air yang suci mensucikan 》 [ HR. Al-'Asqalaniy dalam Kitab Talkhis Al-Habir Dan Imam Ahmad dalam Kitab Musnadnya Dan Abu Daud Dan An-Nasa'i Dan At-Tirmidzi ]
دَلاَلَةَ نُطْقِ وَهِيَ أَرْجَحُ مِنْ دَلاَلَةِ الْمَفْهُوْمِ
Ini adalah dalil yang di ucapkan dan dalil tersebut mungkin lebih kuat dari dalil yang di fahami
فِي قَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ : 《 إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ 》 اَلْحَدِيثْ
Dalam Sabdanya Nabi saw : 《 Jika air telah sampai dua Qullah 》. Al-Hadits
وَأَمَّا الْكَثِيْرُ وَهُوَ قُلَّتَانِ فَصَاعَدًا فَلاَ يَنْجُسُ إِلاَّ بِالتَّغَيُّرِ بِالنَّجَاسَةِ
Dan adapun air yang banyak adalah air yang mencapai dua Qullah, maka air tersebut tidak akan menjadi najis kecuali berubah dengan najis
لِقَوْلِهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : 《 خَلَقَ اللّٰهُ الْمَاءُ طَهُوْرًا 》 اَلْحَدِيثْ
Karena Sabdanya Nabi saw : 《 Allah menjadikan air yang suci mensucikan 》. Al-Hadits
وَالْإِجْمَاعُ مُنْعَقِدٌ عَلَى نَجَاسَتِهِ بِالتَّغَيُّرِ ثُمَّ لاَ فَرْقَ بَيْنَ التَّغَيُّرِ الْيَسِيْرِ وَالْكَثِيْرِ سَوَاءٌ تَغَيَّرَ الطَّعْمُ اَوِ اللَّوْنُ اَوِ الرَّائِحَةُ وَهَذَا لاَ اخْتِلاَفَ فِيْهِ هُنَا
Dan Ijma' Ulama' adalah menyimpulkan atas najisnya air dengan berubah, kemudian tidak dapat di bedakan antara berubah yang sedikit dan yang banyak, sama saja berubah rasanya atau warnanya atau baunya dan hukum ini tidak ada perselisihan pendapat padanya disini
بِخِلاَفِ مَا مَرَّ فِى التَّغَيُّرِ بِالطَّاهِرِ وَسَوَائٌ كَانَتِ النَّجَاسَةِ الْمُلاَقِيَةِ لِلْمَاءِ مُخَالَطَةً أَوْ مَجَاوِرَةً وَفِي وَجْهٍ شَاذٍ أَنَّ النَّجَاسَةِ الْمُجَاوِرَةَ لاَ تُنَجِّسُهُ
Berbeda dengan apa yang telah lalu pada perubahan dengan benda suci dan sama saja ada benda najis bertemu pada air yang bercampur atau mendampingi dan dalam wajah pendapat yang Syadz bahwa najis yang mendampingi air itu, maka tidak menajiskannya
وَقَوْلُهُ : [ حَلَّتْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ ] اِحْتَرَزَ بِهِ عَمَّا لَوْ تَرَوَّحَ الْمَاءُ بِجِيْفَةٍ مُلَقَّاةِ عَلَى شَطِّ الْمَاءِ فَإِنَّهُ لاَ يُنَجِّسُ لِعَمِ الْمُلاَقَاةِ
Dan perkataannya Al-Mushonnif : jatuh ke dalam air benda najis, maka berhati-hatilah dengannya dari suatu benda, seandainya air itu terpengaruh bau dengan bangkai yang terdampar pada pinggiran air, maka sesungguhnya air itu tidak najis karena tidak menyentuh bangkai yang telah di buang
وَقَوْلُهُ : [ فَتَغَيَّرَ ] اِحْتَرَزَ بِهِ عَمَّا إِذَا لَمْ يَتَغَيَّرِ الْمَاءُ الْكَثِيْرُ بِالنَّجَاسَةِ وَقَدْ تَكُوْنُ قَلِيْلَةً وَتَسْتَهْلِكُ فِي الْمَاءِ فَإِنَّهُ لاَ يَنْجُسُ وَيَسْتَعْمَلُ جَمِيْعُ الْمَاءِ عَلَى الْمَذْهَبِ الصَّحِيْحِ وَفِي وَجْهِ يَبْقِی قَدْرَ النَّجَاسَةِ
Dan perkataannya Al-Mushonnif : [ Maka air menjadi Berubah ] berhati-berhati denganya dari air, jika air yang banyak tidak berubah dengan benda najis dan sungguh menjadi najis pada air yang sedikit dan najis hancur di dalam air tersebut, maka sesungguhnya air itu tidak najis dan boleh di gunakan semua air itu, atas pendapat madzhab yang shahih dan dalam suatu wajah pendapat bahwa telah di tetapkan ukuran najis
وَلَوْ وَقَعَ فِي الْمَاءِ الْكَثِيْرِ نَجَاسَةٌ تُوَافِقُهُ فِي صِفَاتِهِ كَبَوْلِ مُنْقَطِعِ الرَّائِحَةِ فَإِنَّا نُقَدِّرُهُ عَلَى مَا تَقَدَّمُ فِي الطَّاهَرَاتِ
Dan seandainya jatuh ke dalam air yang banyak oleh najis yang menyamainya pada sifat-sifatnya seperti kencing yang hilang baunya, maka sesungguhnya kami telah menjelaskan kadarnya atas apa yang telah lalu dalam masalah benda-benda yang suci
وَلَوْ وَقَعَ فِي الْمَاءِ الْكَثِيْرِ نَجَاسَةٍ جَامِدَةٍ فَقَوْلَانِ الْأَظْهَرُ أَنَّهُ يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَغْتَرِفَ مِنْ أَيِّ مَوْضِعٍ شَاءَ وَلَا يَجِبُ التَّبَاعُدُ لِأَنَّهُ طَاهِرَ كُلُّهُ وَالقَوْلُ الآخَرُ أَنَّهُ يَتَبَاعَدُ عَنِ النَّجَاسَةِ قَدْرُ قُلَّتَيْنِ
Dan seandainya jatuh ke dalam air yang banyak oleh najis yang keras, maka ada dua pendapat yaitu Pendapat yang Adzhar bahwasannya dapat di bolehkan kepadanya untuk menciduk air di tempat tersebut dari mana saja yang dia inginkan dan dia tidak wajib menjauhi benda najis itu, karena sesungguhnya air tersebut semuanya suci. Dan pendapat yang lain bahwasannya dia harus menjauhi dari najis tersebut yang ukurannya sudah dua Qullah
وَلَوْ تَغَيَّرَ بَعْضُ الْمَاءِ الْكَثِيْرُ فَالْأَصَحُّ فِي الرَّافِعِيُّ الْكَبِيْرُ نَجَاسَةِ جَمِيْعِ الْمَاءِ وَالْأَصَحُّ فِي زِيَادَةِ الرَّوْضَة إِنْ كَانَ الْبَاقِي دُوْنَ قُلَّتَيْنِ فَنَجَسٌ وَإِلَّا فَطَاهِرٌ وَرَجَّحَهُ الرِّفَاعِيُّ فِي الشَّرْحِ الصَّغِيْرِ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ
Dan seandainya berubah sebagian dari air yang banyak, maka pendapat yang Ashoh oleh Ar-Rofi'i dalam Kitab 《 SYARAH AL-KABIR 》 adalah menjadi najis semua air tersebut. Dan pendapat yang Ashoh dalam tambahan Kitab 《 AR-RAUDHAH 》 adalah jika ada air yang kurang dua Qullah, maka airnya menjadi najis dan kecuali air itu ada dua Qullah, maka airnya suci. Dan di rajihkan oleh Imam Ar-Rifa'i dalam Kitab 《 SYARAH ASH-SHOGHIR 》. Dan Allah lebih mengetahui
﴿ فَرْعٌ ﴾ : فِي زِيَادَةِ الرَّوْضَةِ إِذَا وَقَّعَ فِي الْمَاءِ نَجَاسَةَ وَشْكٍ هَلْ هُوَ قُلَّتَانِ أَمْ لاَ ؟ فَالَّذِي جَزَمَ بِهِ الْمَاوَرْدِي وَغَيْرِهِ أَنَّهُ نَجَسٌ لِتُحَقِّقَ النَّجَاسَةَ وَالْإِمَامِ فِيْهِ اِحْتِمَالٍ وَالْمُخْتَارُ بَلِ الصَّوَابُ الْجَزْمُ بِطَهَارَتِهِ لِأَنَّ الْأَصْلَ طَهَارَتُهُ وَلاَ يَلْزَمُ مِنَ النَّجَاسَةِ التُّنَجِّسُ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ
﴾ Cabang ﴿ : Dalam tambahan Kitab 《 AR-RAUDHAH 》 jika jatuh kedalam air oleh najis dan di ragukan apakah air itu terdapat dua Qullah atau tidak ? maka yang di tentukan denganya oleh Imam Mawardi dan yang lainnya bahwa air tersebut najis karena kepastian pada najis itu. Dan Imam Haramain dalam masalah ini ada ihtimal dan yang di pilih, tapi benar adalah yang menyetakan dengan kesuciannya karena sesungguhnya Ashal air itu suci dan tidak harus ada wujud dari najis yang dapat menajiskan air. Dan Allah lebih mengetahui
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 25
Wallahu A'lam Bish-Showab